skip to main |
skip to sidebar

Seperti manusia, mesin juga bisa melakukan protes bila layanan dan perlakuan yang diberikan pemiliknya tidak layak. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah penggunaan jenis bahan bakar. Pada bahasan ini, dikhususkan untuk mesin bensin.
Kalau bahan bakar yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan, mesin juga bisa sakit perut. Kinerjanya tidak lancar dan nantinya bisa sakit-sakitan. Kondisinya tentu saja lebih parah lagi bila kondisi bahan bakar tercemar!Contohnya adalah penggunaan bensin premium untuk mesin-mesin dengan perbandingan kompresi tinggi, yaitu di atas 9,5: 1. Padahal mesin-mesin sekarang, agar efisisien, perbandingan kompresi tinggi. Beberapa mobil yang dipasarkan di Indonesia malah ada yang mencapai 11: 1
Mesin dengan perbandingan kompresi tinggi tidak bisa bekerja dengan baik bila diberi premium. Kalaupun dipaksa – meski tetap bekerja – kemampuannya menghasilkan tenaga tidak maksimal. Saat digeber, tidak bisa lari. Ini tandanya mesin protes!
Susah Disulut
Di tanah air, disediakan tiga jenis bensin yang dibedakan berdasarkan nilai oktan. Masing-masing: premium (88), Pertamax Biru (92) dan Pertamax Plus (95). Merek lain seperti Shell memberi label produknya dengan Super (92) dan Super Extra (95). Semakin tinggi oktan bensin, makin mahal harganya.
Faktor harga tersebutlah yang menyebabkan pengguna mobil lebih memilih premium. Apalagi bila harga diturunkan lagi. Perbedaan harga yang makin besar membuat pemilik mobil makin tergoda beralih ke premium. Pasalnya, mereka memperoleh keuntungan biaya operasional yang makin murah. Namun korbannya adalah mesin dan lingkungan.

Dengan nilai oktan lebih rendah, premium lebih sensitif atau mudah mengalami gejala yang disebut “menembak”. Bahasa kerennya, “auto-ignition” atau pembakaran terjadi dengan sendirinya. Padahal pembakaran harus dipicu oleh bunga api yang dipercikan oleh busi. Waktunya pun telah ditentukan (ignition timing).
Bilangan oktan adalah indikator bensin “tidak mudah terbakar dengan sendirinya”. Makin tinggi bilangan oktan, semakin tinggi kemampuannya melawan godaan untuk terbakar sendiri. Sebaliknya, makin rendah oktannya, gampang tersulut dan terbakar tanpa harus “dikompori” busi.
Efisiensi
Untuk sebuah mesin yang mampu bekerja dengan efisiensi tinggi, yang diperlukan bukan bahan bakar yang mudah terbakar pada suhu lebih rendah. Tetapi bahan bakar yang menghasilkan ledakan besar pada suhu lebih tinggi dan terjadi dalam waktu singkat alias spontan.
Efisiensi yang lebih tinggi hanya diperoleh dengan membuat perbandingan kompresi mesin juga tinggi. Untuk mesin bensin, paling tinggi dibatasi 12: 1. Namun yang umum digunakan saat ini, terutama setelah maraknya teknologi injeksi yang bekerja secara elektronik adalah 9,5 – 11 : 1.
Pada mesin-mesin lama yang masih menggunakan karburator, hubungan antara perbandingan kompresi dengan nilai oktan tidak bisa ditawar (lihat tabel). Sedangkan pada mesin dengan sistem injeksi berdasarkan penelitian masih bisa menggunakan nilai oktan yang lebih rendah berkisar 5-7 poin. Misalnya, perbandingan kompresi 10: 1, masih bisa menggunakan bensin 95 atau 92.
Disamping itu, mesin dengan sistem injeksi sudah dilengkapi dengan “knock sensor” atau sensor gejala menembak. Bila terjadi gejala menembak, komputer akan mengatur waktu pengapian secara otomatis. Komputer mengubah jadwal busi memicu api lebih cepat atau memajukannya. Kalau tidak ada gejala menembak, komputer akan mengembalikannnya ke kondisi semula.
Merusak Mesin
Gejala menembak atau auto-igniton sangat berbahaya bagi kesehatan mesin. Selain kemampuannya menghasilkan tenaga tidak maksimal, kemungkinan organ utama mesin mengalami kerusakan dini lebih besar. Kalau sudah begini, tentu saja daya tahan atau umur pakainya jadi pendek. Bahkan, kalau pun harus harus diperbaiki dan beberapa komponen ditransplantasi, biaya perawatannya justru membengkak. Kemungkinan lain mogok!
Organ utama mesin yang sering kena sasaran tembak “auto ignition”adalah piston (puncaknya berlubang ) atau setangnya (bengkok). Karena getaran yang ditimbulkan besar, kerusakan lain yang bisa terjadi adalah keuasan pada dinding piston dan silinder.

Bensin di dalam mesin mengalami “auto ignition” karena terbakar bakar pada suhu lebih rendah. Saat piston memampatkan udara dan bahan bakar (bergerak menunju titik mati atas atau TMA) di dalam mesin, mengakibatkan suhu udara naik dan tinggi. Suhu tinggi itulah yang menyebabkan bensin terbakar.
Kalau bahan bakar mudah terbakar pada suhu lebih rendah, dengan sendiri akan terbakar tanpa harus disulut oleh busi. Pembakaran seperti itu menimbulkan ledakan kuat dan tidak bisa dikontrol. Kondisi itulah yang merusak piston.
Di samping itu, karena ledakan terjadi sangat kuat, sebelum piston mencapai TMA sudah harus dipaksa kembali ke bawah atau titi mati bawah (TMA). Akibatnya, kerja mesin jadi tidak mulus atau “mbrebet”.
Lebih parah lagi, setelah bensin terbakar dengan sendirinya, busi juga membakar bahan bakar di sekitarnya. Timbul lagi ledakan! Keduanya saling bertabrakan. Daya rusaknya pun makin besar!Mesin Lama – Peluang terjadinya gejala menembak juga sangat besar pada mesin lama. Terutama bila ruang bakar sudah dipenuhi kerak atau arang. Kerak yang menumpuk di puncak piston dan kepala silinder, menyebabkan kompresi menjadi tinggi. Di samping itu, saat suhu tinggi, arang tersebut juga akan membara dan merupaka pemicu tambahan terjadi gejala menembak atau detonasi.
Kerak menumpuk di ruang bakar karena proses pembakaran berlangsung tidak sempurna. Di samping itu, bisa pula karena komponen mesin, seperti ring piston atau piston, sil katup aus. Akibatnya, oli masuk ke mesin dan lama-lama membentuk kerak. Kemungkinan lain, campuran terlalu kaya, busi kotor dan tidak memercikan api dengan optimal.
Sebagai informasi, semakin tinggi suatu tempat, kebutuhan terhadap oktan justru turun. Setiap perubahan ketinggian 300 meter, kebutuhan nilai oktan turun satu poin.
Bensin berkualitas di Amerika Serikat sekarang ini tidak hanya ditentukan berdasarkan pada nilai oktan. Unsur lainnya adalah kandungan deterjen. Bila kandungan deterjen melebihi takaran minimal yang telah ditentukan EPA (Environmental Protection Agency), bensin itu disebut Top Tier.
Tabel hubungan antara perbandingan kompresi dengan kebutuhan nilai oktan bensin.
Ditulis oleh: Bro Sabdho #022 diolah dari Kompas
Sabtu, 26 Maret 2011
Senin, 21 Maret 2011
Yuk. . . Pilih BBM yang sesuai dengan kompresi mesin

Seperti manusia, mesin juga bisa melakukan protes bila layanan dan perlakuan yang diberikan pemiliknya tidak layak. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah penggunaan jenis bahan bakar. Pada bahasan ini, dikhususkan untuk mesin bensin.
Kalau bahan bakar yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan, mesin juga bisa sakit perut. Kinerjanya tidak lancar dan nantinya bisa sakit-sakitan. Kondisinya tentu saja lebih parah lagi bila kondisi bahan bakar tercemar!Contohnya adalah penggunaan bensin premium untuk mesin-mesin dengan perbandingan kompresi tinggi, yaitu di atas 9,5: 1. Padahal mesin-mesin sekarang, agar efisisien, perbandingan kompresi tinggi. Beberapa mobil yang dipasarkan di Indonesia malah ada yang mencapai 11: 1
Mesin dengan perbandingan kompresi tinggi tidak bisa bekerja dengan baik bila diberi premium. Kalaupun dipaksa – meski tetap bekerja – kemampuannya menghasilkan tenaga tidak maksimal. Saat digeber, tidak bisa lari. Ini tandanya mesin protes!
Susah Disulut
Di tanah air, disediakan tiga jenis bensin yang dibedakan berdasarkan nilai oktan. Masing-masing: premium (88), Pertamax Biru (92) dan Pertamax Plus (95). Merek lain seperti Shell memberi label produknya dengan Super (92) dan Super Extra (95). Semakin tinggi oktan bensin, makin mahal harganya.
Faktor harga tersebutlah yang menyebabkan pengguna mobil lebih memilih premium. Apalagi bila harga diturunkan lagi. Perbedaan harga yang makin besar membuat pemilik mobil makin tergoda beralih ke premium. Pasalnya, mereka memperoleh keuntungan biaya operasional yang makin murah. Namun korbannya adalah mesin dan lingkungan.

Dengan nilai oktan lebih rendah, premium lebih sensitif atau mudah mengalami gejala yang disebut “menembak”. Bahasa kerennya, “auto-ignition” atau pembakaran terjadi dengan sendirinya. Padahal pembakaran harus dipicu oleh bunga api yang dipercikan oleh busi. Waktunya pun telah ditentukan (ignition timing).
Bilangan oktan adalah indikator bensin “tidak mudah terbakar dengan sendirinya”. Makin tinggi bilangan oktan, semakin tinggi kemampuannya melawan godaan untuk terbakar sendiri. Sebaliknya, makin rendah oktannya, gampang tersulut dan terbakar tanpa harus “dikompori” busi.
Efisiensi
Untuk sebuah mesin yang mampu bekerja dengan efisiensi tinggi, yang diperlukan bukan bahan bakar yang mudah terbakar pada suhu lebih rendah. Tetapi bahan bakar yang menghasilkan ledakan besar pada suhu lebih tinggi dan terjadi dalam waktu singkat alias spontan.
Efisiensi yang lebih tinggi hanya diperoleh dengan membuat perbandingan kompresi mesin juga tinggi. Untuk mesin bensin, paling tinggi dibatasi 12: 1. Namun yang umum digunakan saat ini, terutama setelah maraknya teknologi injeksi yang bekerja secara elektronik adalah 9,5 – 11 : 1.
Pada mesin-mesin lama yang masih menggunakan karburator, hubungan antara perbandingan kompresi dengan nilai oktan tidak bisa ditawar (lihat tabel). Sedangkan pada mesin dengan sistem injeksi berdasarkan penelitian masih bisa menggunakan nilai oktan yang lebih rendah berkisar 5-7 poin. Misalnya, perbandingan kompresi 10: 1, masih bisa menggunakan bensin 95 atau 92.
Disamping itu, mesin dengan sistem injeksi sudah dilengkapi dengan “knock sensor” atau sensor gejala menembak. Bila terjadi gejala menembak, komputer akan mengatur waktu pengapian secara otomatis. Komputer mengubah jadwal busi memicu api lebih cepat atau memajukannya. Kalau tidak ada gejala menembak, komputer akan mengembalikannnya ke kondisi semula.
Merusak Mesin
Gejala menembak atau auto-igniton sangat berbahaya bagi kesehatan mesin. Selain kemampuannya menghasilkan tenaga tidak maksimal, kemungkinan organ utama mesin mengalami kerusakan dini lebih besar. Kalau sudah begini, tentu saja daya tahan atau umur pakainya jadi pendek. Bahkan, kalau pun harus harus diperbaiki dan beberapa komponen ditransplantasi, biaya perawatannya justru membengkak. Kemungkinan lain mogok!
Organ utama mesin yang sering kena sasaran tembak “auto ignition”adalah piston (puncaknya berlubang ) atau setangnya (bengkok). Karena getaran yang ditimbulkan besar, kerusakan lain yang bisa terjadi adalah keuasan pada dinding piston dan silinder.

Bensin di dalam mesin mengalami “auto ignition” karena terbakar bakar pada suhu lebih rendah. Saat piston memampatkan udara dan bahan bakar (bergerak menunju titik mati atas atau TMA) di dalam mesin, mengakibatkan suhu udara naik dan tinggi. Suhu tinggi itulah yang menyebabkan bensin terbakar.
Kalau bahan bakar mudah terbakar pada suhu lebih rendah, dengan sendiri akan terbakar tanpa harus disulut oleh busi. Pembakaran seperti itu menimbulkan ledakan kuat dan tidak bisa dikontrol. Kondisi itulah yang merusak piston.
Di samping itu, karena ledakan terjadi sangat kuat, sebelum piston mencapai TMA sudah harus dipaksa kembali ke bawah atau titi mati bawah (TMA). Akibatnya, kerja mesin jadi tidak mulus atau “mbrebet”.
Lebih parah lagi, setelah bensin terbakar dengan sendirinya, busi juga membakar bahan bakar di sekitarnya. Timbul lagi ledakan! Keduanya saling bertabrakan. Daya rusaknya pun makin besar!Mesin Lama – Peluang terjadinya gejala menembak juga sangat besar pada mesin lama. Terutama bila ruang bakar sudah dipenuhi kerak atau arang. Kerak yang menumpuk di puncak piston dan kepala silinder, menyebabkan kompresi menjadi tinggi. Di samping itu, saat suhu tinggi, arang tersebut juga akan membara dan merupaka pemicu tambahan terjadi gejala menembak atau detonasi.
Kerak menumpuk di ruang bakar karena proses pembakaran berlangsung tidak sempurna. Di samping itu, bisa pula karena komponen mesin, seperti ring piston atau piston, sil katup aus. Akibatnya, oli masuk ke mesin dan lama-lama membentuk kerak. Kemungkinan lain, campuran terlalu kaya, busi kotor dan tidak memercikan api dengan optimal.
Sebagai informasi, semakin tinggi suatu tempat, kebutuhan terhadap oktan justru turun. Setiap perubahan ketinggian 300 meter, kebutuhan nilai oktan turun satu poin.
Bensin berkualitas di Amerika Serikat sekarang ini tidak hanya ditentukan berdasarkan pada nilai oktan. Unsur lainnya adalah kandungan deterjen. Bila kandungan deterjen melebihi takaran minimal yang telah ditentukan EPA (Environmental Protection Agency), bensin itu disebut Top Tier.
Tabel hubungan antara perbandingan kompresi dengan kebutuhan nilai oktan bensin.
Kompresi | Oktan |
5 : 1 | 72 |
6 : 1 | 81 |
7 : 1 | 87 |
8 : 1 | 92 |
9 : 1 | 96 |
10 : 1 | 100 |
11 : 1 | 104 |
12 : 1 | 108 |
Sabtu, 19 Maret 2011
OnLy Tari Saman
File nya agak berat,. ini uda paling kecil yg bisa g kecilin sizeny,. wkwkwkwk